|
Banyak Asap Disana (Freeimages) |
Belakangan kita disuguhkan berbagai pemberitaan kurang menyenangkan yang
datangnya dari dalam negeri kita sendiri, mulai dari kasus perpecahan hingga
yang sedang panas adalah kasus korupsi yang tak kunjung usai. Kita sebagai
rakyat biasa mungkin hanya bisa mengawal dan mengawasi, sambil menikmati
prosesnya. Dibilang menikmati soalnya dari kondisi seperti ini bisa
mendatangkan inspirasi buat kita menghasilkan karya dalam bentuk apapun, salah
satunya musik.
Musik sebagai salah satu wadah yang pas buat menyampaikan isi pikiran
seseorang tentang kondisi yang dialaminya baik secara personal atau yang ada di
sektirar. Biasanya kalau pemikiran soal kondisi sekitar diolah jadi musik sih
bakal lebih mudah dicerna, musisi biasanya mengolah apa yang dia lihat dari
sekitar menjadi karya yang menggambarkan kecintaan, kepedulian, sampai kritik.
Nah sekarang kita bahas fenomena yang sedang terjadi di Indonesia belakang
ini, juga lagu apa yang pas buat dijadikan soundtrack fenomena itu. Sebelum
mulai, pastikan kalau kalian berada di titik konsentrasi penuh karena bahasan
kali ini cukup serius cuy. Kalau kalian lengah sedikit bisa gak nyambung, ini saja penulisnya gak konsentrasi makanya tulisannya jadi ngelantur gini. Lihat saja kalau gak percaya:
1. Kesenjangan
Salah satu masalah negara ini dari dulu banyak penduduk
hidup di bawah garis kemiskinan. Tiap era pemerintahan punya caranya sendiri
buat mengurangi angka kemiskinan, tapi belum ada yang benar-benar efektif.
Sementara pembangunan terus melaju kencang, membuat yang miskin hanya bisa
bermimpi sementara yang kaya semakin nyaman. Menurut data terakhir dari Badan
Pusat Statistik di bulan Maret 2017 penduduk yang hidup di bawah garis
kemiskinan mencapai 27,77 juta (10,64 persen total penduduk). Angka itu
bertambah dari yang di tahun 2016 lalu 27,76 juta (10,70 persen total penduduk).
Fenomena ini ditangkap oleh Shaggy Dog band asal Jogjakarta ke
dalam lagu terbarunya yang berjudul "Putra Nusantara". Begini liriknya “Badan
hitam legam terbakar matahari. Sehitam warna langit kota yang penuh polusi.
Seharusnya mereka berada di sekolah tapi sekolah mahal bagi mereka yang tak
punya. Kota yang megah dan indah tapi di balik itu semua ada cerita.
Pembangunan melaju ada yang terlupa. Coba lihat ke jalan”
Hal-hal semacam ini mungkin kurang nampak di kota-kota
kecil, tapi jadi pemandangan rutin di kota-kota besar. Entah apa yang ada di
benak penguasa itu, mungkin sudah dianggap hal lumrah?
2. Kemarau Panjang
Kita bisa sama-sama merasakan bagaimana perubahan iklim
membuat cuaca jadi susah ditebak, di Indonesia khususnya. Musim kemarau yang
seharusnya berlangsung antara bulan April hingga September menjadi lebih
panjang, merenggut waktu yang seharusnya jadi musim penghujan. Sekalinya hujan bisa langsung sangat deras, berlangsung lama bahkan bisa beberapa hari berturut-turut. Kalau sudah begitu sih gak bisa lagi menghindar dari banjir. Buktinya
beberapa waktu lalu kita disuguhkan berita banjir di Jakarta, dan berita banjir
di Pacitan yang luar biasa parahnya. Sudah lama gak dikasih hujan, sekalinya
hujan langsung bisa mendatangkan musibah. Memang dari manusianya sih yang
kurang bisa menjaga titipan Tuhan.
Lagu berjudul "Bumi Buruk Rupa" dari band folk asal Bali,
Dialog Dini Hari sangat tepat rasanya untuk menggambarkan kondisi ini. Begini
liriknya “Tanahku injak seperti pasir. Bagai gelombang di laut pesisir. Liang
lahat raksasa hadir. Pribumi tak lagi jaga bumi. Bumiku bumi buruk rupa. Bumiku
bumi buruk rupa. Air bumi menipis. Seakan-akan hampir habis. Sungai danau
hilang sungai danau hilang. Dan kemarau kian panjang”
Bumi kita jadi bumi buruk rupa karena ulah kita.
3. Terpecah
Pemilu 2014 lalu jadi awal mula terpecahnya Indonesia
jadi dua kubu, kubu pendukung Jokowi dan Prabowo. Gak seperti biasanya,
kubu-kubuan ini masih terus terbawa sampai sekarang yang membuat negara ini
rawan terjadi gesekan. Akhirnya hal itu terbukti pada kasus Al-Maidah lalu,
kedua kubu kembali beradu. Kubu pendukung Jokowi cenderung berada di belakang
Ahok dan kubu pendukung Prabowo tetap berada di seberang. Kalau kondisi semacam
ini masih terus berlanjut, bukan gak mungkin di Pemilu 2019 bakal jadi lebih
panas lagi dan gak mustahil muncul konflik. Tentu hal semacam itu gak kita
harapkan ya cuy, kita pasti maunya negara ini yang rukun dan tentram saja.
Untuk kondisi semacam ini sepertinya lagu dari band
Pandai Besi yang berjudul "Menjadi Indonesia" sangat cocok untuk kita dengarkan.
Begini liriknya “Lekas bangun dari tidur berkepanjangan. Menyatakan mimpimu.
Cuci muka biar terlihat segar. Merapikan wajahmu. Masih ada cara menjadi besar.
Ada yang runtuh tamah ramahmu. Beda teraniaya. Ada yang tumbuh, iri dengkimu.
Cinta pergi ke mana? Memudakan tuamu, menjelma dan menjadi Indonesia”
Bisa kalian tangkap maksudnya? Semoga bisa.
4. Mafia
Meski katanya rakyat Indonesia punya kedudukan yang sama
di mata hukum, tapi realita yang kita lihat selama ini hukum cenderung tumpul
ke atas dan lancip ke bawah. Untuk kasus yang sedang panas saat ini contohnya
reklamasi di Jakarta, warga yang menjadi nelayan saat ini terancam kehilangan
sumber nafkah mereka. Sementara pemerintah Jakarta mengaku kalau reklamasi ini
salah satu tujuannya untuk memfasilitasi para nelayan itu dan memberikan mereka
tempat yang layak di pulau-pulau baru nantinya. Namun kenyataannya menurut
bocoran daftar harga beli atau sewa tempat di pulau-pulau baru itu tidak
mungkin terjangkau oleh nelayan. Terus reklamasi ini buat siapa dong, jangan
bilang buat kepentingan investor lah kan gak lucu.
Kita kasih tau dulu liriknya “Mau lawan mereka, hati-hati
saja. Karena mereka dijaga buaya. Buaya-buaya piaraan mafia. Mafia-mafia isinya
pengusaha. Pengusaha-pengusaha kongsi dengan penguasa. Walau sudah kaya masih
kurang juga. Hukum direkayasa hanya buat yang kaya. Yang jadi korbannya, rakyat
jelata”. Tajam sekali cuy liriknya, itu lagu dari band Navicula yang berjudul "Mafia Hukum".
Kalau kata lagu ini sih lingkarannya di situ-situ saja,
antara pengusaha ke politisi ke praktisi hukum.
5. Papa
Mulai dari kondisi yang mendadak sakit pas mau ditangkap,
sampai menghilang dan tiba-tiba menabrak tiang listrik sambil bawa bakpao.
Entah manuver apa lagi yang bakal Papa Setya Novanto lakukan, yang jelas dia sudah kehilangan
simpati dan kepercayaan publik. Terakhir Papa tertunduk dan membisu dalam
persidangan, waktu ditanya hakim cuma bisa diam padahal mampu berjalan ke
toilet. Kalah deh akting Reza Rahardian sama orang ini. Kalau kita yang jadi
hakim pasti sudah teriak-teriak di telinga Papa ya cuy, gimana gak gregetan
menghadapi orang semacam itu. Kata penasehat hukumnya sih Papa kurang sehat,
padahal kata beberapa dokter ahli yang didatangkan waktu sidang menyatakan kondisi
Papa baik-baik saja dan bisa mengikuti sidang. Mau menghindar dari hukum dunia
kok gak takut sama hukum akhirat sih Pa.
Kasus Papa ini cocok banget sama lagu Efek Rumah Kaca
yang judulnya "Mosi Tidak Percaya". Begini liriknya “Ini masalah kuasa, alibimu
berharga. Kalau kami tak percaya, lantas kau mau apa. Kamu tak berubah, selalu
mencari celah. Lalu semakin parah, tak ada jalan tengah. Jelas kalau kami
marah, kamu dipercaya susah. Pantas kalau kami resah, sebab argumenmu payah.”
Mau mengelak gimanapun dari sanksi hukum, yang jelas Papa
sudah dapat sanksi sosial dari masyarakat yang gak bisa lagi percaya sama
apapun yang dilakukan.
Itu dia lima lagu yang pas untuk menjadi sountrack kondisi negara kita
sekarang, kalau kalian ada referensi lagu lain yang relevan bisa juga corat-coret di kolom komentar. Baik, sebelum ngelantur terlalu jauh sebaiknya kita sudahi sampai disini.
Terimakasih sudah bersedia meluangkan waktu untuk mampir dan memabca, kunjungi terus
MusiKamu5 karena setiap hari akan selalu ada artikel baru yang akan memberikan
makanan jiwa untuk kalian.